Kemarin saya berbincang dengan dua orang teman yang saya tidak akan sebutkan namanya di sini.
Percakapan ini terjadi ketika kami sedang di perjalanan pulang, sehabis meeting.
Saya banyak bercerita tentang situasi relationship yang saya jalani bersama Kadek. Up and down-nya, senang-susahnya, percaya-insecure-nya, semuanya.
Sampai akhirnya, saya bersuara.
Bukan sekedar deretan kata yang terpendam dalam otak saya, namun kali ini dia bekerja sama dengan hati saya.
"Gue capek."
Akhirnya keluar juga kalimat itu dari bibir saya. Sialan.
Saya banyak bercerita betapa saya seringkali mengalami mental drop setiap kali bayangan-bayangan tentang kemungkinan-kemungkinan buruk terjadi.
Saya banyak bercerita betapa saya seringkali memiliki kecurigaan yang besar.
Saya banyak bercerita betapa saya seringkali putus asa dan memutuskan untuk menyerah setiap kali saya memikirkan tentang ke mana hubungan ini akan berujung.
Saya banyak bercerita betapa saya seringkali merasa pesimis untuk hasil akhir dari hubungan kami nanti.
Sampai akhirnya, salah satu dari mereka angkat suara.
"Love is like marathon. When you start, you won't care about the result whether you're gonna win or not. The most interesting thing is on the process. Coba lo bayangin kalo lo lagi lari marathon, nafaslo udah tersengal, but when you're about deciding to stop, lo masih punya proses yang harus lo jalanin sampe garis finish. Lo tau lo akan kalah, tapi lo nggak akan peduli lagi. When it's about the goal, you'll try no matter what"
Saya diam.
Kemudian menangis.
Malu-maluin.
Mereka, dua orang laki-laki yang punya cerita sendiri-sendiri, menonton saya berlinang air mata.
"Keluarin aja, nggak apa-apa. We know you're tired. We know"
Tangis saya makin kencang.
Makin malu-maluin. Untung nggak beleberan ingus.
Sesampainya di rumah, saya berpikir.
Apa yang diucapkan teman saya itu, benar.
Hubungan yang sedang saya jalani ini rasanya seperti lari marathon. Dan sekarang, saya sedang berlari menuju garis finish. Saya memang bukan pelari yang paling ulung, saya memang bukan atlet dengan kualitas paru-paru paling prima. Tapi setidaknya, saya mencoba. Saya usaha. Saya tidak akan tahu apa yang akan saya temukan selama proses saya berlari ini. Saya tidak akan tahu napas saya akan tersengal dan mungkin akan sedikit tersungkur di titik lintas lari yang mana, saya tidak akan tahu terik matahari di durasi marathon yang mana yang akan membakar kulit saya dengan ganasnya hingga saya akan terlihat seperti Selita Ebanks *oke, berharap* tapi di sini, saya punya goal. Saya punya tujuan: garis finish. Tititk akhir, yang tidak saya pedulikan akan menjadikan saya pemenang atau pecundang.
Maka dari itu, saya masih mencoba.
Sungguh saya tidak peduli akan seperti apa hasil hubungan kami nanti. Yang saya tahu, saya punya sesuatu yang saya, maaf, KAMI perjuangkan di sini. Dan tolong jangan sinis dulu, kami sudah membicarakan tentang hal ini, dan dia sepakat.
Nikmati prosesnya, jalani satu-satu, jangan terburu-buru.
Lalu kami percaya, kami tidak akan mencapai garis finish dengan napas tersengal.
Ya sayang, ya?
:)