17 May 2012

*3 detik kemudian*

This will be another mellow-yellow-sendal jepit swallow post.
Since my boyfriend set sail abroad,
and I can't stop being galau by myself about it.

Okay, start mixing language, Anita. You're not even close to Cinta Laura either Cinta Kuya.
*dihipnotis*

Jadi, pacar saya sudah mulai berlayar. Hari pertama nyampe Los Angeles, dese langsung ngabarin saya. Layaknya ABG kece jaman sekarang, kami berkomunikasi via.....message facebook. Mungkin kalo Friendster masih ada kami akan saling berkirim testimonial di profile masing-masing dengan tulisan "I Love You" berglitter pink dan menyala-nyala. Iya, I ever lived in that era and proud of it.
*pasang pose manis manja gelendotan di pilar Bank Indonesia*
*diusir satpam*
Kenapa lewat message Facebook? Karena waktu dia sudah mendarat di LA, henfon saya masih rusak dan kami belom bisa BBM-an, jadinya pake cara itu..
Kami saling bertukar cerita, dia ngapain aja, gimana kesan pertamanya di sana, dan seperti biasa, I can't stop telling him what to do for some certain circumstances.. Because he's dating a Virgo here.
Saya juga cerita gimana saya dari daerah satu ke daerah lainnya mendatangi panggilan interview pekerjaan, how I hope that we're going to be okay. How he hopes that I'll get a better job. Everything.
Dari situ, jaraknya terasa lebih jauh. Saya baru pulang interview siangnya, dia baru mau tidur. Bok, perbedaan waktu tadinya cuman 1 jam sekarang jadi 14 jam, MENURUT NGANA?
*cemilin jam dinding*

Lalu 2 hari kemudian, tibalah saatnya dia naik kapal. Sempet BBM-an karena henpon saya yang manja ini udah kembali prima performanya. Tapi nggak lama, dia menghilang tanpa kabar. Di sinilah "perjuangan" dimulai..

Saya sudah menyiapkan mental jauh-jauh hari kalo-kalo saya akan dikabarin seminggu bahkan dua minggu sekali, mengingat dia akan sibuk sekali dan saya nggak mau jadi perempuan manja.
So, there I go on his first day.
Rasanya, kangen, banget. But then I keep remembering the commitment. Jadi, nggak melow-melow banget.
Saya hari itu ada panggilan interview kerja, dan menjalani hari seperti biasa. Pulang ke rumah agak siangan. Lagi duduk-duduk manis di depan TV, nggak bisa nahan kangen, saya kirim BBM (yang udah pasti nggak akan nyampe ke dia) panjang lebar. Setelah mengetik panjang lebar, saya akhiri dengan "Sayang, aku kangen..". Setelah saya kirim BBM rongsok yang nggak akan nyampe ke dia itu, henfon saya bunyi, ada yang nelpon. Nomer Indonesia tapinya. Saya angkat.
Saya: "Halo"
Dia: *3 detik kemudian* "Halo, di mana?"
Saya: "Di rumah, ini siapa?"
Dia: *3 detik kemudian* "Lagi apa? Ooo gitu ya, nggak kenal suaraku"
Saya: "......."
Dia: *3 detik kemudian* "Beb?"
Saya: "WAAAAAAAAA!!!!! KAMOOOOOOHHH!! DIMANAAAAAAAHHHH???!!"
anjis, langsung heboh, sodara-sodari sebangsa dan setanah air!
Dia: *3 detik kemudian* "Udah di kapal, baru selesai kerja. Kamu lagi apa?"
Saya: "How's your first day? Room-matenya orang mana? Gimana suasananya? Aku lagi nonton TV, tadi abis interview, ini itu ina itu daradam daradam hoi ning nang ning dung..."
Lalu kami saling bercerita.

Dia bercerita tentang gimana hari pertamanya kerja, "Aku mau pulang aja rasanya" HAHAHAHAHA you've got punk'ed, baby. Kena sindrom homesick hanya dalam satu hari sajaaa. Lalu kami bercanda-canda, seperti biasa. Sampai akhirnya dia bilang, "Gimana kamu di sana? Udah dapet yang baru?" Saya pahamnya dia nanya tentang pekerjaan baru, saya jawab dengan jumawanya, "Belum, sayang. Doain aja ya.." dan 3 detik kemudian, terdengar "OOOOH GITUUUUU. IYAAA AKU DOAIN SUPAYA KAMU DAPET YANG LEBIH BAIK YAAAA"
Hening.
Saya bingung.
Lalu dengan kecepatan cahaya lampu disko dangdut, saya sadar.
"MUAHAHAHAHA. ENGGAK SAYAAAANG! OGUT PIKIR TEH KERJAAN BARUUUU!"
"Gitu yaaa kamu yaaa. Okeeeee"
"Ampun, sayang. Ampoooon"
Saya jadi makin kangen.
Lalu,
"Aku mau telpon Bapakku dulu, ya. Nanti kamu aku telpon kamu lagi"
"Oke"
Dan percakapan kami pun berhenti di situ.

Saya kembali duduk-duduk manis nonton TV. Nggak lama, dia nelpon lagi.
Saya: "Loh beneran nelpon lagi? Ini nomer mana yang kamu pake?"
Dia: *3 detik kemudian* "Nomer kapal. Di sini henpon nggak dapet sinyal. Aku beli kartu buat pulsa nelpon di kamar"
Kemudian, kami bertukar cerita lagi. Lumayan lama. Dia, yang sehari-hari kalo telponan sama saya jarang cerita, kali ini cerita panjang lebar tentang pengalaman barunya. Saya senang dengarnya. Setidaknya, dia sekarang menikmati proses pembelajarannya. Saya makin bangga :)

Lalu kemudian, dia tidak menghubungi saya selama dua hari :))))
*berenang ke LA, telponan di sana aja*

Sampai tadi siang, saya lagi nonton TV sambil tidur-tiduran dengan manuver-manuver mahadahsyat (baca: guling ke kanan dan ke kiri dengan derajat sudut tertentu yang bahkan pakar matematika tidak dapat menjelaskannya), henpon saya bunyi: Unknown Number.
Saya langsung mikir itu stalker. Saya udah siap-siap sok cool. Tarik napas, lalu...
Saya: *dengan wibawa penuh* "Halo"
Dia: *3 detik kemudian* "Halo, lagi apa?"
Saya: "........"
Dia: "Halo?"
Saya: "Iya, lagi nonton TV. Kamu lagi apa?"
Dia: *3 detik kemudian* "Baru selesai kerja. Ini mau tidur"
Saya: "Tidur nah, besok bangun pagi, kan? Ini udah jam 12 (di sana)"
Dia: *3 detik kemudian* "OOO GITU NGUSIR AKU YA GITUUUU~"
Saya: "......serba salah aing mah"
Dia: *3 detik kemudian* Kamu kok tadi aku telpon nggak aktif nomernya?"
Saya: "Kapan? Aktif terus kok?" *seneng di-insecure-in*
Dia: *3 detik kemudian* "Tadi siang"
Saya: "Itumah aku tidur.. Semalem nginep di rumah sepupunya, terus bangun-bangun henpon mati"
Dia: *3 detik kemudian* "Ooo.."
Saya: *nyengir, ya dia nggak liat juga, sih. Yang liat ya poster Harry Potter di depan muka saya*
Lalu, kami kembali bertukar cerita. Bagaimana pekerjaan dia, bagaimana hari-hari saya dan panggilan-panggilan interview lainnya, bagaimana kami berharap yang terbaik untuk masing-masing kami, dan kami berdua, tentunya.

Sampai pada akhirnya,
"Aku dari kemarin mimpiin kamu, mimpiin keluarga di rumah"
"Iya, itu homesick. Aku emang kemaren nungguin kamu nelpon tapi nggak nelpon. Mind-connection kah? Nggak tau, sih. Dan nggak mau nyusahin kamu juga. I'm okay here, baby. Nggak usah mikirin, ya.."
"Iya.."
Lalu kami diam. Nggak 3 detik juga, mungkin sekitar 10 detik. Kemudian..
"Sayang, aku tidur ya.. Besok harus bangun pagi. Shift-nya pagi terus ini"
"Iya sayang.. Jaga kesehatan ya.."
"Iya. Dadah sayang"
"Dadah."
Oh, jangan lupa delay 3 detik pada setiap kalimat :))

Kemudian, percakapan berakhir.
Kemudian saya diam. Bukan, bukan kentut ataupun ketiduran, tapi mikir.

Dia, di antara seluruh pekerjaannya yang saya tau tidak mudah, masih menganggap saya good night call-nya.
Bisa saja dia tidak menelpon saya dan langsung tidur. Toh untuk nelpon saya dan ngobrol nggak penting dia harus keluar uang dan delay 3 detik tiap percakapan. But he's doing it anyway. Saya tidak tau atas dasar apa dia melakukan hal ini, karena dia sangatlah unpredictable.
Tapi saya senang, saya merasa dihargai.
Sayang, saya senang. Terima kasih.
Nanti kalo ketemu peluk, ya.. Nggak, nggak pake delay 3 detik.
:)