20 July 2012

And the tears dropped.

---

"Apa kamu yakin kita bisa bertahan?"
"Kita terlalu banyak perbedaan. Susah untuk bersatu"
"Kamu yakin kita bisa bertahan?"
"Aku nggak yakin kita bisa bertahan"
"Terus hubungan ini sampe kapan menurutmu?"
"Aku nggak tau"
"Kamu mau pertahanin aku sampe kapan?"
"Sampai kamu dapet yang lebih baik dari aku"
"Kamu jangan gitu.."
"Terus gimana, sayang? Aku nggak tau harus ngapain lagi.."
"Kamu mau nyerahin aku ke orang yang nggak kamu tau sama sekali?"
"Kamu pantas dapet yang lebih baik dari aku"
"Kamu udah ketemu perempuan yang lebih baik dari aku?"
"Nggak"
"Sayang, ada pun juga nggak apa-apa. Aku pasrah.."
"Nggak, sayang.. Di sini aku mau fokus, banyak sekali promosi pekerjaan akhir-akhir ini dan aku hanya bisa melihat dan tidak termasuk di dalamnya karena aku New Hire.."
"Iya.."
"Cerita temenmu itu bikin aku sadar kalo kejadian itu akan terjadi pada kita, cuma kita nggak tau kapan.."
"Kamu mau aku tunggu di kontrak keduamu?"
"Bingung"
"Kamu tinggal jawab ya atau tidak. Kalau kita masih bareng ketika kamu pulang, apa kamu mau aku tunggu di kontrak keduamu?"
"Bingung, sayang.."
"Kamu sayang aku?"
"Sayang"
"Lalu?"
"Ya karena aku sayang kamu aku nggak mau nanti kamu kecewa"
"Tapi, aku sayang kamu.."

And the conversation stopped. I just have no idea about what to write anymore. Mereka benar. Hubungan seperti ini memang destructive. Seperti bom waktu, kita tinggal hitung mundur. Tapi bedanya, kita tidak tahu kapan bomnya akan meledak dan menghancurkan kita, dua orang bodoh yang membangkang pada logika.
Sayang, jangan dulu..