Aku tidak tahu apa kamu sudah menerima suratku atau belum atau malah bahkan sudah membalasnya dan aku tidak tahu. Itu karena sampai saat ini aku masih di Jakarta, Mas. Aku menulis surat ini dengan diam-diam dan sekarang sudah jam 3 pagi di sini. Keadaan Papi semakin memburuk. Kami sudah mulai kehabisan biaya, hutang sudah di mana-mana. Tapi ada satu hal lagi yang lebih buruk dari itu:
Papi meminta aku menerima lamaran Soetopo, bajingan tengik anak Pak Eman sang Walikota yang memang sudah lama menaruh hati padaku.
Papi minta aku untuk menerima pinangannya karena keluarganya bisa membantu biaya berobat Papi. Aku sungguh tidak tahu harus bersikap seperti apa. Aku mencintai Papi dan aku akan berbuat apa saja agar Papi kembali sehat dan bahagia, tapi di sisi lain aku mencintai kamu dan aku ingin memperjuangkanmu sekeras mungkin. Air mataku sudah habis memikirkan semua ini setiap malam, Mas. Tentang kamu dan masa depan seperti apa yang akan kita hadapi, juga tentang keadaan Papi dan bagaimana cara keluar dari semua masalah ini. Ingin rasanya aku berteriak, namun menurutku itu terlalu kekanakan dan tidak akan menyelesaikan masalah.
Tadi pagi Soetopo mengajakku pergi makan malam hari Sabtu nanti, Papi memintaku untuk menerima ajakannya namun aku merasa ada yang aneh dan sesuatu yang tidak baik akan terjadi padaku.
Mas Djatmiko,
cepat pulang, Mas.. Aku mulai takut..
Susi Marina Dewi |
---
P.S: Surat ini merupakan balasan dari surat ini