28 July 2010

Hakim Sepak Takraw

Bagi saya, seluruh manusia itu sama. Yang membedakan hanya perilaku, dan cara berpikir, dan tata letak otak.
Ada yang letak otaknya tepat di kepala, ada yang agak mencong tapi masih di sekitaran kepala, tapi ada juga yang letaknya jauh dari kepala. Cara berpikirnya ada yang bersih tanpa noda, ada yang optimis, ada yang pesimis, tapi ada juga yang sarkastik. Ada yang perilakunya baik. Tata kramanya tertata rapih, sopan santunnya terjaga ketat, namun ada juga yang topik omongannya gak jauh-jauh dari selangkangan dan suka bersikap sesuka hatinya tanpa melihat kepada norma tertentu.

Tapi intinya, berbagai macam jenis itu tetap manusia, kan? Ciptaan Tuhan, yang derajatnya sama. Yaudah deh nggak usah bawa-bawa Tuhan. Cukup kita pahami bahwa manusia itu berasal dari hal yang sama.
Sudah paham? Baiklah, saya lanjut.
Semua manusia itu sama. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Tidak ada yang dapat dibatasi ruang lingkupnya. Tidak ada yang dapat dihalangi kebahagiaannya. Tidak ada juga yang dapat dihakimi cara pemikirannya, dengan cara apapun.
Jadi, saya kurang setuju jika ada seseorang yang menghakimi orang lain dengan dalih demi kebaikan. 
Potong kepala saya jika sinar kebaikan benar-benar datang dari penghakiman. Tidak ada seorangpun yang berhak untuk menghakimi orang lain. Toh orang itu juga akan merasa tidak senang kan kalo dia dihakimi?
Orang yang menghakimi tidak akan pernah mengerti, jika kehidupan yang sedang dia jalani juga memiliki pola dasar yang sama yang sudah terbentuk dari awal nyawanya ditiupkan ke jasadnya. Iyalah, kalau dia tau, pasti dia tidak akan menghakimi.

Well, look. Kehidupan saya bukanlah kehidupan yang terbaik dan bersih dari luka. Tapi setidaknya, saya mengerti bahwa saya tidak memiliki hak untuk menghakimi jalan hidup dan kebahagiaan orang lain. Hal ini, saya percayai akan membawa kebaikan sendiri tanpa menghakimi.

Sudah ya? Akur ya? Jadi, lebih baik berhenti menghakimi dan main sepak takraw.
Salam olahraga.