Sudah lumayan lama tidak menulis surat cinta.
Kali ini, saya mau menulisnya.
Sebuah surat cinta berisi penuh rindu, untuk kedai kopi favorit saya.
Yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari rumah saya.
Yang mas-masnya ramah setengah mati.
Yang di lantai bawahnya toko roti.
Kepada kedai kopi langganan yang terletak di lantai 2.
Saya rindu. Setengah mati. Sama kamu.
Waktu saya dapat kabar kalau kamu mengalami renovasi, saya senang bukan main. Akhirnya kamu akan menjadi lebih cantik lagi.
Satu bulan, dua bulan, saya tahan rasa rindu ini. *TSAAAAAAH!*
Untuk sementara berpindah tempat ngopi sambil menunggu kamu selesai direnovasi.
Gelisah rasanya. Rasa kopinya beda. Mas-mas penjaganya juga tidak seasik di kamu. Dia latah. Saya tidak suka.
Saya semakin resah, renovasimu tidak kunjung selesai. Suatu siang saya melewati kamu, melirik ke lantai dua, ingin tahu sudah sejauh mana mereka melakukan sentuhan perbaikan terhadap kamu. Tapi nyatanya saya tidak melihat apa-apa.
Lantai dua itu, kosong. Tidak ada pekerja, tidak ada perubahan.
Kursi-kursi kayu yang catnya masih bagus. Meja-meja yang masih kokoh, sofa favorit saya yang berwarna oranye..
Tidak tersentuh sama sekali.
Saya kecewa. Marah. Untuk apa para staf bilang kamu sedang dalam renovasi padahal mereka tidak melakukan apa-apa terhadapmu?
Pada akhirnya saya tahu, bahwa kamu, kedai kopi favorit saya, sudah tutup. Ditiadakan. Secara permanen.
Kamu tahu apa yang saya rasakan?
Sedih luar biasa.
Kamu, pemberi kenyamanan di tiap Jumat saya.
Kamu dan aroma kopi hitam favorit saya yang tanpa gula,
kamu dan sofa oranye yang tidak terlalu tebal namun membuat saya betah menikmatinya,
kamu dan sahabat-sahabat saya dan obrolan-obrolan ringan dan tidak penting lainnya,
kamu dan jendela besar yang menampakkan hujan besar dan kilatan petir yang membuat Carol hampir pingsan..
Kamu itu sangat memorable, kamu tahu?
Kamu tidak tahu betapa saya menantikan Jumat datang lebih cepat setiap Senin.
Kamu tidak tahu betapa saya menjadi pengamat setiap harinya, mencari cerita yang saya bagi dengan para sahabat di depan cangkir kopimu.
Kamu tidak tahu betapa saya merasa jauh lebih baik setiap saya pulang ke rumah setelah mengunjungimu.
Kamu adalah saksi, dari setiap kejadian yang saya alami.
Tawa terbahak, tangis terisak, peluk erat, sorak sorai, kerlingan mata, bahkan genggaman tangan yang tertunda..
Ah, jadi melankolis kan saya.
Ya habisnya bagaimana, saya rindu.
Sungguh, nanti kalau saya dapat undian dari sabun colek yang hadiahnya milyaran, saya mau membeli hak atas kamu.
Saya tidak rela mesin kopi itu mulai tertutup oleh debu.
Saya tidak rela sofa oranye itu lapisan kulit imitasinya mulai terkelupas.
Saya tidak rela cangkir putih itu membisu tanpa ada bunyi seruput yang lalu diliputi rasa syukur penikmatnya karena sudah mencintai kopi.
Saya tidak rela biji-biji kopi yang tersusun rapi di dalam toples itu membusuk tanpa makna.
Kamu, Si Minimalis yang Sederhana. Tunggu, ya.
Saya rindu. Kamu jangan hancur dulu.
Tertanda, seseorang yang tergila-gila dengan nyamanmu.