02 June 2011

Jat-uh Cint-ah

Tadi sore, saya pergi keluar sama teman-teman saya, Carol dan Diana. Ngopi, seperti biasa. Diiringi obrolan-obrolan tentang apa saja, dari mulai pekerjaan, ngomongin orang, sampai pada akhirnya, kami membicarakan tentang....jatuh cinta.
Satu hal yang sudah cukup lama tidak kami rasakan, well, setidaknya, PERNAH cukup lama.
:p

Saya dan Carol membicarakan tentang kami dan jedug-jedug tidak tentu yang kami rasakan di dalam jantung. TSAAAH!
Carol mulai bercerita tentang kehidupannya akhir-akhir ini. Dengan satu orang laki-laki berinisial E. Berperawakan tinggi, gagah, dan bermata sipit. Sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia. Baru saja putus cinta. Dia bercerita tentang bagaimana laki-laki ini bersikap sangat manis dan membuat dia gagap seketika, tentang bagaimana laki-laki ini membuat jedug-jedug di dalam dadanya terdengar sangat membahana. Yes, people. Akhirnya perempuan ini jatuh cinta juga, setelah sekian lama.

Lalu giliran Diana, yang menanggapi dengan kalimat singkatnya.
"Gue nggak ngerasain tuh yang kayak gitu"
Jedar.
Bumi gonjang-ganjing.
Laut terbelah dua.
Rano Karno kehilangan kumisnya.
Diana, yang telah memasuki bulan ke-sepuluh dengan laki-lakinya ini, tidak....merasakan hal itu?
Dengan satu seruput lemon tea, dia menjelaskan.
"Gue seneng jalan sama dia, ngerasa comfort, tapi nggak ada tuh deg-degan kayak yang kalian rasain."
Hah?
Pertanyaan demi pertanyaan menyeruak di pikiran saya. Apa ada definisi jatuh cinta yang seperti itu? Apa dia kurang peka? Atau yang lebih parah...apa dia tidak jatuh cinta?
Lalu kembali dia bilang, dia sudah lama tidak merasakan jedag-jedug daradam-daradam dengan laki-laki. Apa dia sudah terlihat cantik atau belum, bingung harus pakai baju apa, dan ini dan itu khas perempuan.

Lalu saya berpikir, membandingkan dia dengan saya.
Beda.
Apa yang salah? Dimananya?
Bagaimanapun, perempuan ajaib ini juga teman saya, dan saya tahu dia, dan tidak semua perempuan sama. Mungkin memang ini caranya. Belajar pelan-pelan, untuk kembali jatuh cinta. Saat ini dia sedang belajar, dan nanti ketika tiba waktunya, dia sudah pintar. Jatuh cinta dengan cara yang pintar. Amazing, it is :)

Well.
Bagaimana dengan saya?
Hmmm, kasih tau nggak yaaa?
*dipatok ayam*
Saya, masih sama. Masih jedag-jedug tarakdungces parampam-pampam yang sama sejak beberapa bulan yang lalu yang datang tiap saya ada di dekat kesayangan saya. Masih memastikan bahwa poni saya tersisir sempurna dan senyum saya masih mengembang setiap tahu bahwa dia akan datang untuk menemui saya. Kalau poni saya sudah tidak beres tumbuh liar membabi buta, biarkan saja dia yang mengurusnya. Ya, sekarang dia personal stylist saya pada bagian poni. Nggak usah repot-repot ke salon menghamburkan tujuh ribu rupiah untuk potong poni. Praktis, ya? Iya, emang perhitungan. Tapi ada kebanggaan tersendiri ketika orang bilang "Poni lo bagus, Ta. Potong di salon mana?" lalu dengan membusungkan dada dan lagu Indonesia Raya mengalun perlahan, saya jawab,"Dipotongin Mamas, dong!" muahahahaha.
...
Ya, pokoknya begitulah.
Masing-masing orang punya cara sendiri untuk jatuh cinta. Tidak harus berdebar, yang penting nyamannya, dan tidak ada yang dipaksakan.
Sesederhana apapun itu, kalau sudah jatuh cinta, apa mau dikata?
:D

Sekarang saya menulis ini sambil menunggui dia pulang dan melepaskan diri dari kegiatannya, untuk membiarkan saya mengangkat telponnya. Untuk membiarkan dia tahu, saya masih Anita yang sama yang dia temui dengan muka kusut lagi masuk angin tapi langsung bisa cengengesan pada pertemuan pertama. Saya masih Anita, yang suka manyun kalau dia tinggal bahkan sebentar saja. Masih Anita yang sama, yang kalau bercerita suka melebar kemana-mana tapi masih didengarkan dengan sabar. Masih Anita yang sama, yang kalau ngunyah bisa sama dengan kecepatan cahaya.

Oh please come home faster. I miss you..

....

Anyway, ada yang mau buka salon? Saya mau ngajak kerja sama, saya mau nyediain stylist khusus poni. Minat? Email aja ya..
*dijambak*