04 September 2012

(hampir) Menangis

Siang ini, saya hampir menangis.
Membayangkan kamu di samping saya, membawakan banyaaaak sekali cerita setelah kepulanganmu dari benua seberang sana.
Kemudian kita akan menjadi berdua saja, tanpa ada siapa-siapa.

Kamu, yang berbaring di samping saya, terlihat lelah.
Kulitmu yang menggelap karena terbakar sinar matahari, namun ototmu yang lebih kencang. Kerja kerasmu menghasilkan, sayang. Lebih lama lagi di situ, pasti kamu sudah bisa jadi binaragawan. Oh iya, masih ada kontrak kedua, ketiga dan seterusnya, ya. Baiklah.
Sebentar lagi matamu akan terpejam, melepaskan diri sejenak dari apa yang harus kamu kerjakan.
Dan saya akan diam-diam merebahkan kepala saya di dadamu,menyelundupkan wangi rambut saya yang katanya kamu suka, ke dalam indera penciumanmu.

Kita akan berpelukan dalam diam, menikmati kebahagiaan yang akhirnya kita rasakan kembali.
Kita akan tersenyum sendiri, juga dalam diam, membayangkan betapa bodohnya masing-masing kita telah meluapkan emosi kemarin-kemarin dengan cara yang salah. "Apa jadinya kalau kamu marah dan akhirnya meninggalkan aku?" mungkin itu yang ada di dalam otakku nanti.
Kita akan berhenti diam untuk kemudian saling memandang dan tersenyum ke satu sama lain. Mengeluarkan senyum bodoh yang selalu kita lemparkan untuk akhirnya kita leburkan jadi tawa membahana dan peluk yang semakin hangat.

Siang ini, saya hampir menangis.
Merasakan betapa saya rindu kamu, rindu berbicara tentang apa saja, kapan saja, dan dimana saja denganmu.
Memusingkan hal-hal kecil yang akan kamu timpali dengan komentar-komentar singkat.

Biasanya, kamu akan bertanya keberadaan saya dan apa yang sedang lakukan, mengingat pacarmu ini tukang lompat-lompat dari satu lokasi ke lokasi lain dan melakukan banyak hal, jelas kamu akan melontarkan pertanyaan yang sama beberapa kali dalam satu hari.

Biasanya, kita akan berbicara tentang menu makan siang kita. Kamu yang akan selalu menghadirkan tempe, dan saya yang tak hentinya mengomentari hal itu. Kita pernah tertawa bodoh mengenai tempe, kamu ingat, sayang? Kamu yang tidak boleh memakan daging sapi dan saya yang tidak boleh memakan daging babi, lalu kalau kita menikah nanti kita akan makan tempe tiap hari.

Biasaya, kita akan saling mendengar suara satu sama lain di telepon, sebelum kita tidur, setelah kita menjalankan ibadah malam kita. Kamu dengan sembahyang-mu, dan saya dengan sholat saya. Kita melanggar aturan Tuhan dengan mencintai satu sama lain, tapi bukan berarti kita tidak beriman. Ya sayang, ya?

Siang ini, saya hampir menangis.

Membayangkan apa yang akan terjadi nanti, jika kamu dan saya menyerah dengan segala perbedaan yang ada. Jika kamu dan saya pada akhirnya membunuh kebersamaan ini untuk kemudian membahagiakan orang lain.

Membayangkan betapa bebasnya kita merencanakan masa depan jika kita tidak berbeda, betapa kita akan membicarakan semua hal yang kita rancang untuk satu struktur kebahagiaan, betapa kita akan sangat gembira mengetahui bahwa kamu dan saya akan terus ada sebagai "kita".

Siang ini, saya hampir menangis.
Membayangkan kamu berjalan gagah dengan orang lain, betapa cantiknya dia, memakai baju adat dan berjalan denganmu menuju pelataran sakral itu,
sementara saya, yang entah akan dihadirkan atau tidak dalam pemandangan itu, akan diam.
Kamu dengan segala kesederhanaanmu yang memang menjadi favorit saya, akan dimiliki orang lain.
Akan memeluk dan melemparkan senyum bodoh yang khas itu kepada orang lain.

Merasakan betapa saya di sini hampir gila menunggui kamu, namun semua ini akan sia-sia ketika tiba waktunya kita bicara.
Ketika bom waktu ini sudah waktunya diledakkan, semoga hasilnya tidak menyakitkan, ya sayang ya?


Siang ini, saya hampir menangis.
Dan malam ini, saya sudah menangis.