26 May 2013

My boys. My pride. My everything.

Dua hari yang lalu, Kadek kembali terbang menuju ranah Paman Sam untuk menjalankan kontrak kerja keduanya di sana. "Another 10 months", I say. "No, only 7 months", he says. Pas ditanya kenapa, dia bilang dia mau nikah. Pas ditanya nikah sama siapa, dia jawab gak tau. "Bilang aja mau nikah biar pulangnya lebih cepet.
Anak nakal.

Saya sudah pernah bercerita di sini, hubungan kami pasca putus tidak merenggang. We're still friends. Kemarin saya sempat ke Bali untuk menjadi salah satu pembicara di komunitas Akademi Berbagi Bali, dan kami -- Kadek dan saya, bertemu di kantor tempat saya bekerja sebelumnya.  Kami ngobrol ngalor ngidul, dia menggelap. 10 bulan berada di kawasan Amerika Latin yang panasnya macam api cemburu perempuan insekyur yang lagi PMS membuat kulit putihnya menjadi kecokelatan. Cokelat tua, lebih tepatnya.Bercerita bagaimana pekerjaan kami masing-masing berjalan, how's life treating us currently, dan hal-hal mendasar lainnya. Saya senang. Senang sekali melihat dia dengan keadaan yang lebih baik. Menyadari kami sudah berdamai dengan diri sendiri hingga mampu duduk berhadapan dan berbincang..

Mengingat-ingat hal ini, saya jadi mellow. Memori membawa saya ke 1 tahun sekian bulan yang lalu, ketika dia dan beberapa temannya datang pertama kali ke Jakarta untuk training di tempat saya bekerja. Saya dan 2 orang teman bekerja dalam 1 tim pengurus training; Ivana sebagai pengurus administrasi, Irham sebagai operasional, dan Anita (baca: saya) sebagai..........guru gadungan. Kehadiran saya di tim itu memang nggak penting, di mana kehadiran saya setiap hari di satu dari tiga sesi kelas hanyalah untuk memantau perkembangan kemampuan berbahasa Inggris mereka. Kadang saya masuk kelas hanya untuk ngobrol-ngobrol santai dalam bahasa Inggris sama mereka, kadang saya bawa Beng-Beng sekotak sebagai hadiah bagi yang menjawab pertanyaan kuis kecil-kecilan saya yang cetek, kadang saya masuk kelas untuk mengajak mereka ke kantin dan ngobrol sambil merokok tentang mimpi dan harapan apa yang ada di dalam kepala mereka. Sekedar untuk mendengarkan, dan seerat itu hubungan kami -- saya dan teman-teman peserta training.

Dua bulan mereka di Jakarta, kami punya banyak sekali moment. Saya selalu sengaja men-skip sarapan di rumah dan lebih memilih sarapan di kantor bersama mereka dan ngobrol-ngobrol ringan juga mendengarkan mereka ngobrol dengan bahasa daerah masing-masing (waktu itu mayoritas kelas terdapat dari Madura dan Bali) lucu sekali mendengar dua bahasa berbeda saling bertabrakan dalam satu kesempatan. Kalau saya sudah merasa "cukup", saya akan selalu memotong pembicaraan mereka dengan satu potong kata sebagai mantra:
"Roaming".
Dan kemudian kami akan mengobrol dengan bahasa Indonesia.



Periode training sudah mendekati akhir, kerempongan makin bertambah. Persiapan dokumen mereka untuk dikirim dan kemudian diberangkatkan, juga persiapan ujian-ujian akhir yang akan lebih mematangkan kesiapan knowledge dan mental mereka untuk keberangkatan.. Paspor, Seaman Book, kelengkapan ijazah, dan yang paling krusial...... persiapan untuk interview C1/D Visa. Makin mau ditinggal, makin mellow. Tidak hanya kebetulan Kadek yang merupakan salah satu peserta training waktu itu merupakan pacar saya, tapi saya akan merasa sangat kehilangan satu tim yang solid, yang dengan karakter mereka yang beragam, mengisi hari-hari saya selama dua bulan belakangan.

...Sebentar, ini kenapa saya jadi nangis beneran. Tissue mana tissue.

But time goes on, kami pun harus dadah-dadah sementara untuk akhirnya nanti bertemu dan berkumpul lagi, walaupun sampai sekarang saya belum tahu "nanti"nya itu kapan. Satu persatu dari mereka berangkat ke berbagai negara bagian di Amerika, namun ada juga yang C1/D Visa-nya ditolak dan beralih ke Eropa. But that's still a great thing to know that they struggle and fight til finally they get what they've always wanted: Kerja di kapal.
*mewek lagi*

Saya masih keep contact dengan beberapa dari mereka (iya, sayangnya tidak semua) dan melihat foto-foto mereka yang dengan seribu gaya mereka upload ke Facebook. Masih berbincang melalui messaging di Facebook juga. Senang sekali melihat mereka kerja keras dan menikmati setiap detik dari pekerjaan yang mereka lakukan dan mensyukuri setiap nilai dollar yang mereka hasilkan, saya terus berdoa untuk mereka -- 'anak-anak' saya untuk mendapatkan jalan dan hasil terbaik dari semua yang sudah mereka korbankan dan perjuangkan. Makanya kemarin pun saya langsung mellow ketika ngobrol sama Kadek dan ternyata dia juga menghitung hari dari keberangkatannya untuk kontrak yang kedua kalinya dia jalani. Tidak hanya Kadek, tapi juga teman-temannya yang lain. Teman-teman yang tadinya mengisi hari-hari saya dengan tawa santai dan obrolan ringan, sekarang sudah berjalan dengan langkah yang lebih jauh untuk keberhasilan mereka masing-masing. Saya makin mellow, saya kangen mereka, saya bangga sekali dengan mereka. Sekarang ini doa yang terus berputar di kepala dan terucap di mulut saya adalah, saya ingin sekali mereka terus diberikan kesehatan dan kemauan untuk terus berusaha dan berusaha, agar suatu hari nanti ketika kami berkumpul, saya bisa mendengar banyak sekali cerita-cerita menyenangkan dari kerja keras yang mereka tuai, tidak lagi cerita tentang berapa banyak sapi dan berapa luas sawah yang mereka jual untuk bisa berangkat bekerja di Kapal Pesiar sesuai dengan mimpi mereka.

Tuhan, jangan bosan dengar doa saya yang satu itu, ya..
Amin.


Here you go. My boys. My pride. My everything. I have no idea how to say this, but I'm proud of you, guys.. Really.
:)