05 April 2011

Opo ikiiii

Saya ingin menulis, untuk kamu, yang sekarang sedang berputar di kepala saya dengan riang gembira.
Kamu, yang di sebelah sana, sedang menyeruput kopi hitam dan menghisap batangan tembakau.
Kamu, yang sedang berkerut-kerut jidatnya, jangan dikucek-kucek matanya, nanti jadi makin merah.

Saya nggak tau mau nulis apa tentang kamu. Yang penting mah nulis, biar nggak dibilang blogger murtad ke twitter. Nulis apa ya, Sayang? Bingung, ih. Aduh. No inspiration ieu teh. Bagi dulu dong kopinya. Tembakaunya boleh? Enggak? Oh, makasih ya, kamu pelit. Huh.
Yaudah, deh. Nggak jadi nulis.
*malah ngambek*
*nulis woy!*

Iya, iya. Udah kepalang tanggung nulis paragraf pembuka, sekarang mari kita tulis intinya.
Inti dari tulisan kali ini adalah....
Saya rindu, akan hangatmu.
Genggaman tangan yang tidak terlalu erat, namun menghanyutkan.
Pandangan mata yang tidak tajam namun meneduhkan.
Senyum yang tersirat namun memabukkan.

Kamu tahu apa yang ada di pikiran saya ketika percakapan kita di telepon berakhir?
"Sompret, gue belom bersihin make-up!"
Eh, bukan. Itu untuk scene saya-yang-abis-pulang-syuting-putri-yang-ditukar-di-semak-semak.
*singkirkan Nikita Willy dari dunia persinetronan Indonesia dan biarkan dia menjalani kewajibannya sebagai siswa*
Saya kecanduan. Kamu candunya.
Dengan segala cerita yang baru kamu lontarkan ke saya tadi, dengan komunikasi kita yang hampir tidak ada hari ini..
Kamu, perusak mood saya. Nomor satu. Hanya ketika kamu tidak ada.
Kamu, kesederhanaan yang membuat saya menjadi rumit. Hanya ketika kamu datang dengan belaianmu yang mendarat di poni saya.
Kamu, genggaman erat pada kelonggaran yang kita sepakati. Hanya ketika saya sudah gila dan mengikat kamu secara paksa untuk tidak kemana-mana.

Sudah, sudah.
Cukup sudah tulisan ngalor-ngidulnya.
Saya mau tidur saja, menikmati kamu secara virtual. Bukan, bukan adegan syur. Saya kan alim. Banget. Tanya sama pengurus mesjid di dekat rumah saya, "Anita itu orangnya gimana?" pasti mereka jawab, "Anita yang mana? Yang alim banget itu, ya?" oh jangan heran kalau kamu lihat mereka langsung ambil wudhu dan sholat tobat, Sayang. Mereka hanya meminta ampunan kepada Tuhan karena baru saja membohongi kamu.
....

Mas,
Kamu baru saja membaca tulisan saya yang menghancurkan pencitraan sendiri.
Masih mau kamu sama saya?

Tulisan kali ini sungguh pointless dan ngalor ngidul. Maaf ya, para pembaca. Saya menulis dalam keadaan kangen dan bebek bakar lengkap dengan sambelnya yang saya rasa utusan neraka menari-nari dan bergejolak di perut saya..