12 November 2013

Lontang Lantung by Roy Saputra. Review apa bukan ini ya namanya?

*ngemil roti maryam cocol susu*
*susu dinosaurus*
Eh halo, pembaca sekalian. Udah jam-jam segini jamnya ngopi sama ngemil, nih. Apa? Kalian bilang saya gak ada kerjaan? Ih enak aja. Saya tuh orangnya sibuk banget, kali. Saking sibuknya sampe bos saya aja nggak tau kesibukan saya apa.
*disambit gerobak roti maryam*
AAAAANYWAY, kalian bingung nggak kenapa saya posting di jam-jam kantor begini? Apa? Enggak? PEMBACA MACAM APA KALIAN TIDAK MEMPERHATIKAN PENULISNYA! Saya ini capek-capek membangun image sebagai penulis yang berprofesi sebagai sekretaris yang giat bekerja rajin menabung tidak sombong Ing Ngarso Sung Tulodo Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani sehingga tidak pernah posting di jam kerja, tapi sekalianya saya posting di jam kerja kalian malah.....mengabaikannya?
*menangis sedih di kolong gerobak roti maryam*

Kalian pasti bertanya-tanya postingan apa yang kali ini akan saya sampaikan dengan bijaksana.
Jadi, begini..
Saya itu baru kelar baca buku ini....untuk yang ketiga kalinya:

pic source
 A book written by a friend of mine, Roy Saputra. No, bukan Roy Saputra artis FTV yang ganteng itu, ini Roy Saputra yang.......penulis. YAIYALAH KALO DIA PELUKIS KAGAK BAKAL NGELUARIN BUKU, ANITAAAAH!!
*dilelepin ke dalem adonan roti maryam*
Buku yang bercerita tentang seorang pemuda yang bernama pasaran. Bukan, bukan kalo dia lagi ngnatri di klinik mau periksa ke dokter dipanggil "Bapak Pasaran, silakan masuk ke ruang periksa", bukan itu. Tapi namanya sangat sering dipakai oleh orang-orang kebanyakan: Ari Budiman.
...
Anjis, saya gak berani itung ada berapa Ari Budiman di Jakarta ini.
Ceritanya si Ari ini adalah pemuda yang baru lulus kuliah dan berjuang mencari kerja. Di antara puluhan ribu sarjana yang baru lulus dan ribuan Ari Budiman lainnya, buku ini menggambarkan tentang kerasnya kehidupan PENJA. PENcari kerJA.
...apasih saya.

No, am not gonna make a review about this book.
*memandangi list postingan berhashtag #ReviewnyahToskah yang berjejer di antero tilcik*
Saya rasa saya sudah agak terlalu banyak nulis review dan gak tega kalo kalian terus-terusan baca review saya. Juga, somehow kadang saya kangen cerita-cerita di sini..
*gelar karpet*
*mulai bercerita*

About this book, how it relates SOOOO MUCH tentang kehidupan di Jakarta. Kerasnya bodi Metro Mini, tebalnya asap knalpot, basahnya kemeja yang terpeluk mesra oleh keringat, everything about it seems real, and it brings me back to those old times..
Bukan, justru ketika saya baru lulus kuliah saya dengan mudah mendapat pekerjaan *kibas poni*, bukan karena faktor saya berbakat, tapi karena perusahaan mana yang gak mau punya pegawai dengan dedikasi tinggi dan bisa dibayar murah dan rela kerja rodi.
*sobek-sobek slip gaji lama*
Tapi setelah itu, justru perjalanan ala Ari Budiman saya alami..

Saya resign dari perusahaan pertama setelah saya lulus kuliah dengan satu alasan yang membuat idealisme saya yang masih sangat tinggi menang telak. Akibatnya? Tentu saja habis itu saya jadi pengangguran total. Setelah saya bilang sama orang tua saya bahwa saya sudah tidak bekerja lagi dengan Om yang itu, jangan tanya reaksi mereka seperti apa. Mau marah tapi lega. Marah karena kenapa saya berpikir sependek itu tanpa mempunyai pekerjaan baru, lega karena........anaknya tidak akan lagi pulang kantor tengah malam (buat kerja bukan main, sumpah!) dan bolak balik Jakarta-Bali ataupun Jakarta-Sri Lanka. Jadi, ya begitulah nasib saya kemarin. Luntang lantung, setipe sama judul buku ini.

There's Ari Budiman inside me ketika saya 'berjuang' mencari pekerjaan baru. Bedanya, kalau Ari ngirim lamaran lewat pos, saya ngirim (baca: menyebar) lamaran pekerjaan lewat e-mail. Dan layaknya pencari kerja desperate lainnya, saya nggak pandang bulu ngasih lamaran. Dari perusahaan yang terkenal sampe perusahaan yang saya aja nggak tau mereka bergerak di bidang apa. Semua kena hajar! :))
Prosesi interview dan psikotes ngitung-ke-bawah-dijumlahin-sampe-jereng pun pernah saya alami, dan nggak cuman di satu perusahaan. Dandan rapi, alis mateng, poni paripurna menjadi tampilan saya di tiap kali wawancara kerja maupun psikotes-yang-menguras-otak-saya-yang-sebenarnya-sudah-gak-ada-sisa-itu. Sesaat saya serasa bersahabat sama Ari. Perjuangan kita sama, kawan. Juga layaknya Togar dan Suketi, saya juga punya sahabat-sahabat yang mendukung dan mendorong motivasi saya untuk lebih giat lagi mencari pekerjaan sampai akhirnya kemudian saya mendapatkan pekerjaan di kantor saya sekarang. Iya, kantor yang komputernya lagi saya pakai untuk ngetk postingan ini. MWEHEHEHEHE.
*dipecat*

Hanya yang membedakan saya dengan Ari (selain jenis kelamin dan kumis, pastinya) adalah, nama saya tidak pasaran. Alhamdulillah saya selalu menjadi satu-satunya Anita di tiap kali interview maupun psikotes. I'm sorry, Ar. Bukannya saya gak cinta, tapi yang namanya nasib ya terima aja. Mwahahahahaha.
*ditampar map lamaran kerja*

Yang saya suka juga dari buku ini adalah, Roy menuliskan buku ini dengan perasaan yang membuat seolah-olah kita diceritakan sebuah cerita oleh seorang kawan lama. Gaya penulisan Roy yang sederhana dengan joke-joke yang tidak biasa, membuat visual saya tergelitik untuk membayangkan hal-hal lucu yang dituliskan Roy di buku ini. Plus, ada ilustrasi ala komiknya di tiap chapter yang pastinya dialognya tidak ada di dalam paragraf. Jadi berasa buy 1 get 1. Beli 1 buku, dapet 1 lembar komik tiap bab. Ahak ahak.
Ada satu hal yang saya petik dari buku ini: Jujur tidak akan merugikan. Dulu ibu saya juga selalu bilang untuk jujur dalam pekerjaan, karena what you do will absolutely come back to you. Di buku ini, ketidakjujuran yang dilakukan Ari membawa dia ke dalam sebuah keburukan. Dan ketika dia meninggalkan ketidakjujurannya itu dan mengakui kesalahannya kemudian membuka jalan baru di dalam kejujuran, so he gets everything he needs. Wow. I mean, WOW.

Saya suka sekali buku ini. Saya suka cara Roy menulis. Saya suka jalan cerita yang disusun. Saya suka tokoh-tokohnya yang walaupun memiliki karakter kuat, tapi tidak memaksa.
And you know what? Saya habis baca postingan Roy yang ini dan baru tau bahwa...........buku ini akan dijadikan film, malah sekarang udah masuk proses syuting.
WOW AGAIN, ROY. WOW.
*memandang Roy dengan sirik dan sinis namun tetap dengan alis yang harmonis*
Udah ah, pembaca. Saya mau semedi dulu, nyari inspirasi biar bisa nulis buku kece dan di-film-in kayak Roy.
Auf widersehen!
*ngebut ke Gunung Kilimanjaro naik buroq*