03 September 2010

Ubud Writers Festival: Gom-bal!

Jadi, setelah beberapa hari ini, saya dan teman-teman seisi timeline twitter saya diramaikan oleh FlashFiction: Ubud Writers Festival. Saya yang tadinya nggak tau apa-apa tentang kontes ini, jadi ikutan. Beberapa teman saya yang skill permainan katanya jauh lebih baik daripada saya sudah ikutan duluan. Saya bukannya gak mau kalah, tapi ngeliatin mereka promosi saya jadi kepingin ikutan. Jadilah saya bikin sebuah fiksi yang memang persyaratannya tidak boleh lebih dari 350 kata ini. Iya, jadi motivasi saya sebenarnya ikutan Ubud-Ubudan ini adalah: Cuma kepingin ngerasain serunya promosi. Muahahahaha. Kasian. Ya abisnya saya gak punya bakat nulis yang bagus, jadinya saya memutuskan untuk membuat cerita yang berisi satu-satunya kemampuan saya: Gombal.

And yes, here we go, satu(satunya) cerita yang saya ikutsertakan dalam festival penulis ini: "Gom-bal!"

GOM-BAL!

Dia duduk di sebelahku tanpa rasa malu. Padahal aku sudah menolaknya.
Pipiku merah karena marah. “Neng, burung kutilang dicaplok kucing. Abang cuma mau bilang, Neng cakep deh kalo matanya memicing..”
Aku tetap diam. Dia tersenyum.
“Neng, neng, nari perut sambil makan sayur asem. Liat Neng cemberut, Abang jadi makin kesengsem..”
Lalu dia tertawa sendiri”. “Sudah gila orang ini!” pikirku. Aku berpindah tempat duduk, kali ini di bawah pohon.
“Psst, Neng. Abdel dan Temon pelawak Indonesia yang lucu. Ngeliatin Neng dari atas pohon kayak di film India, Abang jadi ngerasa ‘unyuuu, unyuuu~’ “. Ternyata laki- laki itu sudah naik ke atas pohon dengan ketinggian dua meter itu. Aku terlonjak kaget. Dia tetap tersenyum lebar melihat mataku yang sudah membelalak.
Kamu kayak monyet”, ucapku sinis. Masih dari atas pohon, dia tetap berpantun, “Eh Neng, monyet bukan sembarang monyet, yang cuma bisa gelayutan. Abang kesini udah susah naik oplet, ngejar Neng yang udah bikin hati Abang deg-degan..” Aku setengah mati menahan senyum. Oplet? Pikirku. Dia turun dari atas pohon dengan gesitnya. Aku mulai yakin dia punya darah monyet dalam tubuhnya.
Dia sekarang berjongkok di hadapanku.
“Tuh kan, senyum kan.. Ada Pak Wawan sore-sore melintir kumis, Abang bisa sawan kalo tiap hari ngeliat Neng senyum manis!”.
Kali ini aku tak tahan menahan tawaku. Dia malah bingung.
"Kamu itu menggelikan, tau gak? Darimana asalmu?” ucapku akhirnya.
Sia menggaruk kepalanya. Lalu dengan satu anggukan kepala, dia berkata, “Aku bukan siapa-siapa. Hanya seorang Arwana yang mencoba menarik hati sang Mandodari..” Lalu dia lari menjauh.
“HEI!!” Kupanggil dia. Orang tanpa nama itu menoleh penuh harapan, lalu tersenyum. “Ya?” Jawabnya sumringah.
Dia kembali menghampiriku. “Makan mie rebus rasa Kari bareng Suzanna. Pasangannya Mandodari itu RAHWANA, orang gila!”
Sambil kuhantamkan ringan kamus di dadanya, kutinggal dia pergi. Dia memanggil-manggil aku yang tak menoleh. Untuk apa? Toh malam ini dia akan menghubungiku lewat nomer telepon yang kuselipkan di kamus itu..
***

Yak, demikian fiksi gombal ngehek dari saya, kalo ada yang suka, ya silakan di vote disini , kalo gak suka, bisa klik disini dan saya doakan supaya mata Anda sliwer, jadi yang kepencet tetep button thumb up.
*disambit odong-odong*

Baiklah, saya harus siap-siap, mau ada kencan sama SBY acara ditraktir bareng sama salah satu teman saya yang sedang ulangtahun hari ini. Kenapa ditraktir bareng? Karena dia nraktirnya untuk kita, bareng-bareng...
.......
Yah, begitulah. Have a nice Friday night, y'all! Ciao!