02 October 2012

Senja di Batas Khatulistiwa #8 - Susi

Kepada Sersan Djatmiko, pemberani kesayanganku..

Aku sangat minta maaf karena baru sekarang bisa membalas suratmu. Keadaan Papi sungguh memburuk dan aku hampir tidak memiliki celah untuk membalas suratmu. Soetopo si ingusan itu juga tidak berhenti mendatangi dan mendekatiku. Terakhir dia mengajakku berlibur bersama yang tentu saja aku tolak mentah-mentah. Aku hampir menyerah ketika aku harus menghadapi kenyataan bahwa Papi terus mendesak aku untuk menikahi Soetopo si anak walikota tengil itu, aku nyaris pingsan ketika minggu lalu dia dan kedua orang tuanya datang untuk melamarku. Kala itu, nampaknya Papi lupa akan sakit dan rengekan serta keluhan akan penyakitnya, Mas. Yang aku lakukan hanya mengingat senyummu dan harum terakhir sekotak martabak  yang kita habiskan berdua dengan beringasnya sebelum kamu berangkat ditugaskan.



Mas Djatmiko, pejuang kebanggaanku,
aku tidak peduli seberapa luka menggerogoti kakimu yang harus diamputasi, aku tidak peduli seberapa gerusan tanah mencoba mencorengi wajahmu hingga penuh jerawat karena tidak sempat cuci muka dengan sabun antiseptik yang selalu kamu banggakan. Yang aku pedulikan hanya harapan dan doaku untuk bertemu kamu, untuk menjemput keberanian dan pengorbananmu ke dalam genggaman tanganku yang paling hangat.

Itu berita baiknya, bahwa aku akan tetap memperjuangkanmu betapapun buruknya keadaanmu.

Berita buruknya,
pernikahanku dan Soetopo akan dilangsungkan bulan depan.

Tolong aku, Mas..
Susi Marina Dewi







---
Surat ini merupakan balasan dari surat ini