07 March 2016

Remedi Indonesia Experience: First time, and having fun!

Pada suatu Selasa sore yang nggak tau mau ngapain, saya lagi di kantor dan scrolling-scrollling timeline Path saya, and I found this post:



Saya pun tertarik dengan istilah “Dharma” yang tertulis karena satu-satunya tulisan yang mengandung unsur “Dharma” adalah rumah sakit di deket rumah saya, Rumah Sakit Dharma Nugraha.
*disuntik*
Lalu saya googling dengan keyword “Remedi Indonesia” dan menemukan website Remedi. Website yang dominan oleh warna hijau ini pun kontan bikin saya merasa adem berasa lagi tidur siang di bawah pohon yang lagi berfotosintesis. 

http://remediindonesia.com/
Merasa betah klak-klik di website Remedi nyari tahu tentang mereka, lalu saya memutuskan untuk langsung menghubungi Bumi via WhatsApp, nanya-nanya tentang apa sih sesi Dharma dan siapakah Remedi itu, dan kemudian Bumi pun menjelaskan ke saya......via voice note. SUNGGUH JENIUS, BUM! :))) *langsung terinspirasi besok-besok kalo harus jawab message di messaging apps pake voice note aja biar gak repot-repot ngetik* Intinya, Bumi menjelaskan kalau sesi Dharma di Remedi Indonesia ini adalah kumpul-kumpul sambil ngobrol-ngobrol ringan, sharing tentang cerita apa saja antara satu sama lain, dan diakhiri dengan sesi meditasi. Saya yang otaknya cetek pun langsung tertarik untuk sok asik ikutan di sesi yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Penasaran juga rasanya akan seperti apa. Apalagi setelah Bumi bilang,”Tujuannya satu datang dengan banyak masalah hidup, pulang dengan ringan dan bahagia.” Well permasalahan hidup saya hanya satu: Saya orangnya senantiasa merasa lapar. Jadi mungkin sesi Dharma ini bisa membuat saya kenyang seketika. 
*disambit tumpeng buat makan siang* 
Janjian sama Bumi untuk ketemu langsung di Remedi yang berada di Ke’kun Kemang (Jl. Bangka Raya No. 99, sebelah Taman Bermain Kepompong) jam 19.00 (karena session-nya dimulai jam segitu), namun manusia boleh berencana, aplikasi ojek online lah yang menentukan. Sempat error dan nggak bisa melakukan proses order beberapa kali, akhirnya saya dapat juga ojeknya di pukul 18.20. LAH SAYA CUMA PUNYA 20 MENIT BUAT NEMBUS MACETNYA GATOT SUBROTO-KEMANG GITU? Berbekal doa naif berupa jalanan bakal lancar-lancar aja tanpa macet, saya pun capcus naik ojek ke Kemang. Ternyata Tuhan lagi kepingin memacu detak jantung saya, JALANAN MUACETNYA AMIT-AMIT KAYAK LAGI NGANTRI TIKET KONSER JUSTIN BIEBER PADA MASANYA TAPI NGANTRINYA PAKE MOBIL SAMA MOTOR KALO DELMAN ODONG-ODONG PESAWAT TEMPUR KAPAL PESIAR ROKET ANTARIKSA BISA IKUTAN NGANTRI JUGA BAKAL NGANTRI DEH ITU. Saya pun datang terlambat sekitar 10 menit. Berbekal napas yang terengah-engah (bukan karena saya lari-lari ngejar waktu, tapi emang paru-paru saya kayaknya KW jadi deg-degan dikit langsung ga napas. Kebetulan saya juga punya insang dan pundi-pundi udara. Iya, saya manusia hybrid. INI NULIS APA SIH ANITAH??!!) saya ketemu Bumi yang emang lagi di luar ruangan dan alhamdulillah session-nya ternyata belum mulai.

Kemudin saya dikenalkan dengan Tika dan Ay, lalu diminta masuk ke dalam ruangan. Saya masuk ke dalam ruangan, ternyata sudah ada beberapa orang di dalam (YAIYALAH UDAH ADA ORANG ELU KAN TERLAMBAT, ANITAH). Ruangannya wangi dan terasa sangat homey. Saya langsung merasa nyaman seketika dan menyesal kenapa ngga bawa bantal sama selimut buat sekalian tidur di situ. Saya duduk di sebelah Azza, dan nggak lama pun sesi dimulai oleh Mbak Intan, si empunya Remedi Indonesia. Saya masih diam dan mengamati, sampai akhirnya Bumi mengawali sesi dengan bercerita tentang hari yang dia alami, yang kemudian disusul oleh cerita Tika, lalu yang lain menimpali dengan insight-nya masing-masing. I have to tell you bahwa saya bukan tipikal orang yang bisa langsung merasa nyaman dengan tempat dan lingkungan baru. Tapi nggak tau kenapa, rasa tenang dan nyaman langsung terasa ketika saya memasuki ruangan itu. Saya mendengarkan orang-orang di dalam situ bertukar cerita dan mengemukakan pemikiran-pemikiran mereka, tidak jarang juga (well actually, MOSTLY) bertukar canda dan tertawa lepas. Sharing cerita terus berlanjut, sampai akhirnya datanglah seorang laki-laki misterius (WOELAH NGGAK USAH DRAMATIS, ANITAH) yang ternyata bernama Mas Ferry (all of them call him “Kang Ferry”) yang merupakan suaminya Mbak Intan. 

Ngobrol-ngobrol sharing terus berlangsung, sampai akhirnya dimulailah sesi meditasi. Saya agak grogi, karena saya merupakan new comer dan nggak ngerti soal meditasi-meditasian ini. Kami memulai sesi yang dinamakan metode Sedona. Barusan saya sempet browsing dan nemu website-nya, metode Sedona ini sih definisinya “A technique The Sedona Method is a unique, simple, powerful, easy-to-learn and duplicate technique that shows you how to uncover your natural ability to let go of any painful or unwanted feeling in the moment. The Sedona Method consists of a series of questions you ask yourself that lead your awareness to what you are feeling in the moment and gently guide you into the experience of letting go.” YA INTINYA SIH SI SEDONA METHOD INI INTINYA SUPAYA BISA LET GO AJA. KARENA INGAT PEMIRSA, BISA MOVE ON BELUM TENTU SUDAH LET GO. 
*kemudian ngopi-ngopi bareng Mario Teguh*
Sesi Sedona dipimpin oleh Kang Ferry. Kami diminta untuk mencari posisi senyaman mungkin (oh tentu saja karena waktu itu adalah kali pertama saya, saya masih jaim dan memilih posisi duduk bersila nyender tembok seperti orang-orang pada umumnya, jadi kalo kalian para tilcikers mengira saya akan tengkurep sambil ngupil, mohon maaf KALIAN SALAH TOTAL). Lampu ruangan utama dimatikan, jadi cahaya hanya berasal dari lampu-lampu meja yang temaram. Ditambah lagi dengan harum aromatherapy yang harumnya adem-adem-gimana-gitu (jangan tanya saya apa definisi dari wangi adem-adem-gimana-gitu, pokoknya buat saya wangi ruangannya bikin adem aja pokoknya), membuat saya hampir mistakenly menganggap bahwa ini adalah sesi dimana harusnya saya tidur YA MAAPIN AJA NAMANYA JUGA ANITA PEREMPUAN DENGAN KAPASITAS OTAK YANG RENDAH. Saya (dan seisi ruangan) merem terus ketiduran, atur napas, dan kemudian sayapun melahirkan Kang Ferry pun memulai sesi. 

Awalnya kami diminta untuk memunculkan sebuah kejadian di dalam kepala kami yang pernah kami alami dan membuat kami merasa tidak nyaman. Saya yang memang baru-baru ini mengalami kejadian yang membuat saya (lumayan) trauma pun langsung memilih untuk memunculkan kembali kejadian itu di dalam kepala saya. Rasanya kayak apa? Jangan tanya. Rasa sedih, menyesal, takut, malu, kecewa dan marah melebur menjadi satu dan kembali menghantam kepala saya. Saya mencoba menolak dan mencari pengalaman tidak menyenangkan lainnya, tapi saya tidak bisa. Jadi ya mau nggak mau, kejadian itulah yang kemudian berputar di kepala saya sampai saya merasa agak pusing. Kemudian terlontar 3 buah pertanyaan dari Kang Ferry kepada seisi ruangan: 
“Bisakah?”
“Maukah?” Karena bisa belum tentu mau (WAINI!) 
“Kapankah?” 
Ketiga pertanyaan tersebut cukup dijawab dalam hati bersamaan dengan tarikan dan hembusan napas. 

Saya menjawab masing-masing pertanyaan tersebut berkali-kali (dengan panduan Kang Ferry, pastinya) dengan tarikan dan hembusan napas. Awalnya saya masih menjawab pertanyaan dengan “Tidak” karena emosinya masih sangat membuat saya merasa tidak nyaman, sakit kepalanya kembali muncul, bahkan saya sempat menangis (tapi diam-diam, malu dong baru pertama kali udah nangis kejer guling-gulingan garuk-garuk tanah sayat-sayat nadi pake bordiran bantal). Tapi lambat laun jawaban saya menjadi,”Bisa”, “Mau”, dan “Sekarang”. Setelah itu, sesi Sedona Method dilanjutkan dengan metode meditasi kehendak. Di mana Kang Ferry menuntun kami para peserta untuk berdoa dalam hati, membayangkan hal-hal baik yang indah-indah, dan menyerahkan kembali semuanya pada Yang Maha Kuasa. Sesi ini jauh lebih menyenangkan dari sesi sebelumnya, karena tidak ada emosi sedikitpun yang terpancing, kita dibawa untuk menjadi lebih rileks dan tenang, dan dengan terus meminta kepada Tuhan untuk hal-hal baik yang kita inginkan. Aura kegembiraan bisa saya rasakan seketika, walaupun dalam keadaan yang hening sama sekali. It feels amazing, you know.

Sesi pun berlangsung kira-kira satu jam. Ketika sesinya selesai, masing-masing kamipun mengatur napas sendiri-sendiri (oh, apa ini cuman saya aja sebagai first-timer jadi masih eungap gitu rasanya abis nangis jaim dan berpura-pura kuat?). Sesi selesai, kami pun lanjut ngobrol-ngobrol biasa, dan.....WAH ADA MAKANAN HUWOUWOUWOOOOO~ 
*mata berbinar-binar*
Kami pun langsung ‘menyerbu’ makanan tanpa tedeng aling-aling. Selesai makan, kami pun beres-beres ruangan dan lanjut ngobrol-ngobrol di luar. Saya senyum-senyum sendiri lihat kebersamaan orang-orang di situ. Akrab, hangat, menyenangkan. It’s like seeing a real family. Saya sama sekali tidak melihat faktor bahwa mereka semua berasal dari background yang berbeda-beda. Saya sangat merasakan energi positif dari pertemuan itu. Dan semoga kebersamaan mereka terus bisa membawa energi positif, menyebarkannya, dan membuat orang lain bahagia, persis yang mereka lakukan kepada saya. Di jalan pulang di atas ojek, saya pun terngiang-ngiang kalimat Bumi:
"Tujuannya satu: datang dengan banyak masalah hidup, pulang dengan ringan dan bahagia."
Permasalahan hidup saya mungkin tidak berat bagi sebagian orang, tapi cukup membuat sakit kepala saya beberapa bulan ke belakang. Dan setelah saya menghadiri sesi Dharma di Remedi kali itu, saya memiiki persepsi baru dalam memandang permasalahan:
Terima.
Rasakan.
Lepaskan.

Terima kasih, teman-teman dari Remedi Indonesia, I'll definitely be there again, and again, and again.
:)

P.S: Bagi teman-teman yang mau ikut mencoba Sesi Dharma ini bisa datang ke Remedi Indonesia, sesi diadakan tiap hari Selasa jam 19.00 WIB.