27 March 2016

Sanctuary

pic source
Rumah. Kebanyakan orang menganggap bahwa rumah adalah tempat kita mengistirahatkan diri dari segala macam energi negatif yang berasal dari rasa lelah akan aktivitas sehari-hari; pekerjaan yang memberatkan, guru di sekolah yang mendadak mengadakan ulangan (eh masih 'ulangan' nggak sih bahasanya? Jaman saya sih masih. #MenolakTua). Saya juga sering tanpa sadar berpikir bahkan mengatakan,"Aku mau pulang ajaaaa ngumpet di ketek Mama" tiap kali saya mengalami hari yang tidak begitu menyenangkan. Emang, Anita anak cengeng dikit-dikit kepingin pulang. Tapi yang bisa saya simpulkan adalah, hingga saat ini, rumah dan keluarga adalah tujuan saya untuk pulang dan mencari nyaman.

Masing-masing dari kita memiliki definisi sendiri untuk rumah. Apapun itu, saya yakin tiap orang pasti tersenyum ketika membayangkan rumah; baik bersenda gurau dengan keluarga ataupun duduk-duduk selonjoran nonton TV pake piyama belel lalu kemudian ketiduran (kayak saya HAHAHA). Namun selain rumah, ada satu lagi tujuan kita untuk pulang. Tidak hanya untuk mencari nyaman, namun untuk membuat kedamaian yang kita tidak bisa ajak orang lain untuk ke sana. Hanya diri kita sendiri. Dan biasanya, tempat itu biasa disebut dengan Sanctuary

Sanctuary, atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan suaka menurut Google Translate. TOLONG JANGAN BAYANGKAN SAYA BERSEMEDI DI BAWAH AIR TERJUN NGGAK MAKAN NGGAK MINUM TUJUH HARI TUJUH MALAM. Karena jangankan tujuh hari tujuh malam, tujuh jam nggak makan aja asam lambung saya udah demo.
Oke, fokus, Anita.
*tenggak Aqua*
Tiap orang memiliki sanctuary atau 'tempat ngumpet' masing-masing. Kebanyakan menjawab bahwa hobi adalah sanctuary mereka, di mana mereka bisa mendapatkan inner peace dan kesenangan dengan diri sendiri ketika melakukan dan 'tenggelam' di dalamnya. Kalau kalian tanya sanctuary saya apa, tentu saja saya jawab kalau sanctuary saya adalah berkuda, setelah itu minum teh dan kukis Inggris yang tentu saja saya import......dari Indomaret Rawamangun.
*disepak kuda*

Nggak deng, sanctuary saya adalah hal sederhana yang kalian semua tau, yaitu menulis.

Menulis tidak hanya menghadirkan ketenangan dan menjadi semacam terapi bagi saya. Menulis juga bisa menjadi 'escape' yang bisa membuat saya menjadi diri saya sendiri tanpa harus mengkhawatirkan pendapat orang lain tentang saya atau apapun yang saya tulis. Seperti yang sudah kalian semua tau, saya banyak mencurahkan isi kepala dan perasaan saya di dalam tulisan; baik blogpost di tilcik tercinta ini maupun di dua buah buku yang saya tulis bersama beberapa teman penulis lainnya: Rasa Cinta dan Setahun Berkisah. Saya bisa menemukan diri saya dan apapun yang saya mau. Menulis juga bisa saya jadikan ajang brainstorming antara saya dan kepala saya; memikirkan kata-kata yang tepat, alur yang mau maju atau mundur atau bahkan maju mundur kiri kanan maju lagi mundur lagi kayak goyang poco-poco, hingga cara 'pembungkusan' akhir tulisan-tulisan saya hingga menjadi tulisan yang baik dan masuk akal di mata pembaca. Ibarat kata memberi hadiah ulang tahun kepada orang terkasih, saya memikirkan hadiah apa yang akan saya berikan, memilih kertas kado, melipat kertas kado dan menambahkan double tape sana sini hingga jadi bungkusan yang rapi, hingga penambahan pita pada hadiah tersebut. 

Proses menulis pun tidak selalu mudah saya alami. Writers block (oh, I'd better call it laziness) sering sekali hadir dan mampir berlama-lama kayak tamu yang nggak kita undang tau-tau datang dan nggak hanya sekedar minum teh dan ngobrol sama kita, tapi juga nginep berhari-hari bahkan berminggu-minggu sampe kita bawaannya mau nanya ke dia,"Lo nggak mau ngekos aja? Kalo mau tinggal di sini senggaknya kita split bills buat bayar listrik sama PAM deh". Iya, writers block buat saya itu sangat menghambat. Jangan kalian tanya ada berapa banyak draft di blog ini yang terabaikan di tengah-tengah proses penulisan. Walaupun jumlahnya nggak ratusan atau lebih kayak lapisan wafer Tango, tapi kalau draft itu saya teruskan bahkan selesaikan, saya bisa menjadi blogger paling aktif menulis di era Jokowi ini.
*dijejelin martabak 8 rasa*
*mangap*
Mas Gibran sama Mas Kaesang nggak mau kasih saya gratisan, Mas? Tukeran sama #ReviewnyahToskah x Markobar gitu..
*ditangkep Paspampres*

Walaupun saya sadar bahwa tidak semua tulisan saya bisa enak dibaca, namun saya selalu mencurahkan kejujuran pada setiap tulisan saya, se-sampah apapun isi kepala saya. Bukan karena saya mau menunjukkan image sebagai penulis yang jujur tapi bodoh kepada kalian semua para tilcikers dan tilcikerswati sekalian, tapi emang cuman segitu doang kemampuan saya HAHAHAHAHA.
*kemudian blog traffic anjlok*
Ada juga beberapa tulisan yang saya tulis ketika emosi saya sedang meluap, tapi ketika saya sudah selesai menuliskan tulisan itu and it's just one click away to publish it, saya mengurungkan niat untuk membagi tulisan itu. Namun lega rasanya ketika saya sudah berhasil mencurahkan apa yang saya rasakan ke dalam tulisan. Walaupun bentuknya hanya saya dan Tuhan yang tau, cukup draft saja yang membungkam.

Senang, sedih, marah, kecewa, bahagia, bangga, atau apapun bentuk emosinya, saya selalu berusaha menuliskan dengan baik. Karena bagi saya, menjadi diri sendiri di judgemental society ini tidaklah mudah. Dan saya sangat bersyukur saya memiliki keinginan menulis untuk sekedar 'pelarian' atau 'tempat persembunyian' di mana saya bisa mengeluarkan semua toxic yang memenuhi kepala saya dan membuat diri saya merasa lebih baik. Neutralizing, I can say :)

Rasa terima kasih saya tidak akan pernah ada habisnya untuk kalian yang menyempatkan waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang rata-rata nggak ada faedahnya, satu hal yang perlu kalian tau, rasanya sangat menyenangkan ketika curahan dari isi kepala saya yang kosong melompong kayak apartemen baru mendapat perhatian. Saya memang bukan penulis yang baik dan terstruktur, saya sadari penuh hal itu. Namun kalian harus tau bahwa menyenangkan sekali rasanya ketika tulisan-tulisan saya yang ngalor ngidul bisa mendapatkan tempat di hati kalian WHICH IS ALMOST IMPOSSIBLE HAHAHA INI SEMUA TULISAN SAYA CUMAN SAYA SAMA KELUARGA SAYA DOANG KAYAKNYA YANG BACA. Wait, my parents don't even know the existence of tilcik terkasih nan tersayang ini.
*nangis di pojokan kamar sambil genjreng gitar*

Menulis sudah menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi saya sedari saya kecil. Karena saya menulis dengan tulus, tidak mengada-ada, dan apa adanya. Terima kasih, teman-teman. Terima kasih, blogger.com telah memfasilitasi saya menumpahkan isi kepala saya menjadi tulisan sampah. Terima kasih, domain yang saya bayar tiap tahunnya demi eksistensi tilcik dotkom. Saya merasa sangat tenang dan nyaman tiap kali berada di sini, seperti menempati rumah yang saya bangun dengan jerih payah saya sendiri, dengan tamu-tamu yang silih berganti berdatangan untuk sekedar menyapa and see how I am doing.

:)

And yes, I tell you once again, writing is my sanctuary.
Terima kasih.
*turun dari podium sambil dadah-dadah dramatis penuh airmata drama dan ingus yang beleberan*