14 August 2010

Untitled; uncategorized

Pic was taken from here

Kamu tahu, apa yang bisa membuat saya tersenyum akhir-akhr ini, ditengah himpitan tekanan yang menyesakkan?
Mengetahui bahwa kamu sudah baik-baik saja.
Kamu tahu, nama siapa selain keluarga yang selalu kuucap di dalam doa?
Namamu.
Kamu tahu, kemana aku mengadu setiap aku menginginkan hadirmu?
Jangan kamu terka, karena akupun memutuskan untuk berhenti dan kembali kepada diri sendiri.

Sore ini, dengan aroma teh manis hangat menyeruak ke seluruh penjuru ruang makan rumahku, dinginnya sirup leci dengan embun dari es batu di gelasnya, seiring dengan adzan maghrib berkumandang, aku dan keluarga besar mengucap syukur dan melepas dahaga yang telah kami tahan dari siang tadi. Mereka melepas tawa, bercengkrama tak ada habisnya, atau seperti adikku yang mengambil porsi es buah yang lebih dari dua.
Kamu tahu apa yang aku rasakan saat itu juga?
Sepi.
Dari dalam hati. Menyeruak melalui rongga tenggorokan, yang kemudian membendung bola mata dengan cairan yang panas dengan efek yang melegakan: air mata.
Kamu tahu apa yang aku lakukan saat itu juga?
Aku lari. Dengan langkah yang lebih cepat. Tujuanku? Kamar mandi.
Kubaca niat dengan menyebut namaNya, kubasuh beberapa bagian tubuh yang seharusnya, kukenakan mukena, lalu aku beribadah sesuai dengan waktunya. Aku berdoa, memohon padaNya, apa saja, yang kurasa bisa membawaku pada ketenangan. Aku tahu tidak seharusnya aku seperti itu. Cengeng, emosional, egois. Aku pun sebenarnya tidak punya kehendak untuk menjadi seperti ini. Aku tidak ingin terguncang lagi. Tapi realita yang bercampur memori ini menyeretku ke ingatan masa lalu yang tak terkendali. Setengah mati aku menghadapinya, setengah mati pula aku mencoba menajamkan rasa, tapi yang kudapat hanya hampa.

Panggil aku Agen Putus Asa yang bahkan tidak lebih sukses dari agen galon Aqua. Sebut aku perempuan ego besarmu, ya, memang selalu begitu. Tapi ini intuisiku: aku ingin bertemu dengamu, dalam bentuk apapun. Sungguh, setengah mati aku merindukanmu. Setengah mati pula itu memperdalam lukaku, menghantamku dengan realita bahwa kamu tidak mungkin lagi bisa muncul di hadapanku.

Wahai kamu Scorpioku, dengan nama Tuhan aku menyebut, dan hanya kepadaNya pula aku memohon. Jika kita tidak bisa lagi bertemu bahkan sampai nanti di kehidupan setelah ini, harus kamu ketahui bahwa, sudah kusisihkan sedikit ruang bebas di hati, untuk menyimpan seluruh milik kita di dalam sini. Udara dan air mata menjadi saksi. Tidak akan terganti, tidak akan mati.


Tertanda,
Aku yang datang terlambat di pemakamanmu, yang biasa kamu panggil dengan sebutan apa saja.

Dengan terbitnya postingan ini, bisa jadi saya akan tenggelam dengan diri saya sendiri, di dalam lautan emosi yang sudah lama saya simpan rapi.